Di kancah Asia Tenggara sekalipun, Indonesia belum pernah berhasil menjadi juara Piala AFF (dulu disebut Piala Tiger) dan cuma menjadi salah satu tim unggulan. Prestasi tertinggi Indonesia hanyalah daerah kedua di tahun 2000, 2002, dan 2004, dan 2010 (dan menjadikan Indonesia negara terbanyak peraih runner-up dari seluruh negara akseptor Piala AFF). Di ajang SEA Games pun Indonesia jarang meraih medali emas, yang terakhir diraih tahun 1991.
Di kancah Piala Asia, Indonesia meraih kemenangan pertama pada tahun 2004 di China sehabis menaklukkan Qatar 2-1. Yang kedua diraih di dikala mengalahkan Bahrain dengan skor yang serupa tahun 2007, sewaktu menjadi tuan rumah turnamen bareng Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
KOSTUM TIMNAS INDONESIA
Kostum tim nasional Indonesia tidak cuma merah-putih karena ada juga putih-putih, biru-putih, dan hijau-putih. Menurut Bob Hippy, yang ikut memperkuat timnas semenjak tahun 1962 hingga 1974, kostum Indonesia dengan warna selain merah-putih itu timbul sewaktu PSSI mempersiapkan dua tim untuk Asian Games IV-1962, Jakarta.
Saat itu ada dua tim yang diasuh pelatih asal Yugoslavia, Toni Pogacnic, yakni PSSI Banteng dan PSSI Garuda. Yang Banteng, yang terdiri dari pemain senior dikala itu, menyerupai M. Zaelan, Djamiat Dalhar, dan Tan Liong Houw, selain memakai kostum merah-putih juga punya kostum hijau-putih. Sedangkan tim Garuda, yang antara lain diperkuat Omo, Anjik Ali Nurdin, dan Ipong Silalahi juga dilengkapi kostum biru-putih. Tetapi, sehabis terungkap perkara suap yang diketahui dengan "Skandal Senayan", sebelum Asian Games IV-1962, pengurus PSSI cuma menciptakan satu timnas. Itu sebabnya, di Asian Games IV-1962, PSSI sama sekali tidak mampu berbuat apa-apa karena kemudian kedua tim itu dirombak. Selanjutnya dipakai tim adonan di Asian Games.
Mulyadi (Fan Tek Fong), ajudan pelatih klub UMS, yang memperkuat timnas mulai tahun 1964 hingga 1972, menjelaskan bahwa sehabis dari masa Asian Games, sepanjang perjalanan timnas hingga tahun 1970-an, PSSI cuma mengenal kostum merah-putih dan putih-putih. Begitu juga sewaktu timnas melakukan perjalanan untuk bertarung di sejumlah negara di Eropa pada tahun 1965. Saat itu setiap kali bermain, kita cuma menggunakan merah-putih dan putih-putih dengan gambar Garuda yang besar di pecahan dada hingga ke perut. Seragam hijau-putih kembali digunakan dikala mempersiapkan kesebelasan pra-Olimpiade 1976, dan kemudian digunakan pada arena SEA Games XI-1981 Manila. "Begitu juga sewaktu Indonesia bermain di Thailand, di mana dikala itu Indonesia menjadi runner-up Kings Cup 1981," kata Ronny Pattinasarani yang memperkuat PSSI tahun 1970-1985.
Di Piala Asia 2007 yang digelar mulai 8 Juli hingga Minggu 29 Juli, Nike juga sudah mendesain kostum tim nasional Indonesia, tetapi kali ini bukan hijau-putih, melainkan putih-hijau. Tentu tetap dengan rincian yang serupa, seperti Garuda yang senantiasa bertengger di dada.
INDONESIA DI PIALA DUNIA FIFA
Indonesia pada tahun 1938 (di masa penjajahan Belanda) sempat lolos dan ikut bertarung di Piala Dunia 1938. Waktu itu Tim Indonesia di bawah nama Dutch East Indies (Hindia Belanda), akseptor dari Asia yang pertama kali lolos ke Piala Dunia. Indonesia tampil mewakili zona Asia di kualifikasi grup 12. Grup kualifikasi Asia untuk Piala Dunia 1938 cuma terdiri dari 2 negara, Indonesia (Hindia Belanda) dan Jepang karena dikala itu dunia sepak bola Asia memang nyaris tidak ada. Namun, Indonesia kesannya lolos ke final Piala Dunia 1938 tanpa harus menyepak bola setelah Jepang mundur dari babak kualifikasi karena sedang berperang dengan Cina.
Pada tahun 1930-an, di Indonesia berdiri tiga organisasi sepak bola berdasarkan suku bangsa, yakni Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB)yang kemudian berganti nama menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU) di tahun 1936 milik bangsa Belanda, Hwa Nan Voetbal Bond (HNVB) punya bangsa Tionghoa, dan Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI) milik orang Indonesia. Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) suatu organisasi sepak bola orang-orang Belanda di Hindia Belandamenaruh hormat kepada Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI) karena Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB)yang menggunakan bintang-bintang dari NIVBkalah dengan skor 2-1 musuh Voetbalbond Indonesia Jacatra (VIJ)salah satu klub anggota PSSIdalam suatu ajang kompetisi PSSI ke III pada 1933 di Surabaya.
NIVU yang semula memandang sebelah mata PSSI risikonya mengajak bekerjasama. Kerjasama tersebut ditandai dengan penandatanganan Gentlemen’s Agreement pada 15 Januari 1937. Pascapersetujuan perjanjian ini, mempunyai arti secara de facto dan de jure Belanda mengakui PSSI. Perjanjian itu juga menentukan bahwa PSSI dan NIVU menjadi pucuk organisasi sepak bola di Hindia Belanda. Salah satu butir di dalam perjanjian itu juga berisi soal tim untuk diantarke Piala Dunia, dimana dijalankan pertandingan antara tim bentukan NIVU melawan tim bentukan PSSI sebelum diberangkatkan ke Piala Dunia (semacam seleksi tim). Tapi NIVU melanggar perjanjian dan memberangkatkan tim bentukannya. NIVU melakukan hal tersebut karena tak mau kehilangan paras , alasannya PSSI pada masa itu mempunyai tim yang memiliki imbas. Dalam pertarungan internasional, PSSI membuktikannya. Pada 7 Agustus 1937 tim yang beranggotakan, di antaranya Maladi, Djawad, Moestaram, Sardjan, berhasil menahan imbang 2-2 tim Nan Hwa dari Cina di Gelanggang Union, Semarang. Padahal Nan Hwa pernah menyikat kesebelasan Belanda dengan skor 4-0. Dari sini kedahsyatan tim PSSI mulai kesohor.
Atas langkah-langkah sepihak dari NIVU ini, Soeratin, ketua PSSI yang juga pelopor gerakan nasionalisme Indonesia,sungguh geram. Ia menolak menggunakan nama NIVU. Alasannnya, jikalau NIVU diberikan hak, maka komposisi materi pemain akan dipenuhi orang-orang Belanda. Tapi FIFA mengakui NIVU selaku perwakilan dari Hindia Belanda. Akhirnya PSSI membatalkan secara sepihak perjanjian Gentlemen’s Agreement dikala Kongres di Solo pada 1938.
Maka sejarah mencatat mereka yang berangkat ke Piala Dunia Perancis 1938 dominan orang Belanda. Mereka yang terpilih untuk berlaga di Perancis, yaitu Bing Mo Heng (kiper), Herman Zommers, Franz Meeng, Isaac Pattiwael, Frans Pede Hukom, Hans Taihattu, Pan Hong Tjien, Jack Sammuels, Suwarte Soedermadji, Anwar Sutan, dan Achmad Nawir (kapten). Mereka diasuh oleh pelatih sekaligus ketua NIVU, Johannes Mastenbroek. Mo Heng, Nawir, Soedarmadji yaitu pemain-pemain pribumi yang berhasil memperkuat kesebelasan Hindia Belanda, tetapi bertarung di bawah bendera kerajaan Nederland.
Pada 5 Juni 1938, sejarah mencatat pembantaian tim Hungaria kepada Hindia Belanda. Mereka bermain di Stadion Velodrome Municipale, Reims, Perancis. Sekitar 10.000 penonton hadir menyaksikan pertarungan ini. Sebelum bertarung , para pemain menyimak lagu kebangsaan masing-masing. Kesebelasan Hindia Belanda menyimak lagu kebangsaan Belanda Het Wilhelmus. Karena perbedaan tinggi tubuh yang begitu menonjol , walikota Reims menyebutnya, "saya mirip menyaksikan 22 atlet Hungaria dikerubungi oleh 11 kurcaci."
Meski strategi tak bisa dibilang jelek, tetapi Tim Hindia Belanda tak bisa berbuat banyak. Pada menit ke-13, jala di gawang Mo Heng bergetar oleh tembakan penyerang Hongaria Vilmos Kohut. Lalu hujan gol berlangsung di menit ke-15, 28, dan 35. Babak pertama rampung 4-0. Nasib Tim Hindia Belanda tamat pada babak kedua, dengan skor selesai 0-6. Pada dikala itu Piala Dunia memakai sistem knock-out.
Meskipun kalah telak, surat kabar dalam negeri, Sin Po, memperlihatkan apresiasinya pada terbitan mereka, edisi 7 Juni 1938 dengan memperlihatkan headline: "Indonesia-Hongarije 0-6, Kalah Sasoedahnja Kasi Perlawanan Gagah"
DAFTAR PELATIH TIMNAS INDONESIA
Pеrіоdе | Nаmа Pеlаtіh | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
1938 | |||||||
1951-1953 | |||||||
1954-1964 | |||||||
1966-1970 | |||||||
1970 | |||||||
1971-1972 | |||||||
1972-1974 | |||||||
1974-1975 | |||||||
1975-1976 | |||||||
1976-1978 | |||||||
1978-1979 | |||||||
1979-1980 | |||||||
1980-1981 | |||||||
1981-1982 | |||||||
1982-1983 | |||||||
1983-1984 | |||||||
1985-1987 | |||||||
1987 | |||||||
1987-1991 | |||||||
1991-1993 | |||||||
1993-1995 | |||||||
1995-1996 | |||||||
1996-1997 | |||||||
1998 | |||||||
1999 | |||||||
1999-2000 | |||||||
2000-2001 | |||||||
2002-2004 | |||||||
2004-2007 | |||||||
2007 | |||||||
2008-2010 | |||||||
2010- |
DATA FAKTA UNIK TIMNAS
Julukаn | Tіmnаѕ (oleh rakyat Indonesia) Mеrаh Putіh Gаrudа | ||
---|---|---|---|
Aѕоѕіаѕі | Pеrѕаtuаn Sераk Bоlа Sеluruh Indоnеѕіа (PSSI) | ||
Kоnfеdеrаѕі | AFC (Aѕіа) |
Pеnаmріlаn tеrbаnуаk | Bаmbаng Pаmungkаѕ (76) |
---|---|
Pеnсеtаk gоl tеrbаnуаk | Bаmbаng Pаmungkаѕ (34) |
Stаdіоn kаndаng | Stаdіоn Utаmа Gеlоrа Bung Kаrnо (SUGBK) |
Kоdе FIFA | IDN |
Pеrіngkаt FIFA | 129 |
Pеrіngkаt FIFA tеrtіnggі | 76 (Sерtеmbеr 1998) |
Pеrіngkаt FIFA раlіng rеndаh | 153 (Dеѕеmbеr 1995, Dеѕеmbеr 2006 dаn Julі 2008) |
Pеrіngkаt Elо | 129 |
Pеrіngkаt Elо tеrtіnggі | 35 (Nоvеmbеr 1969) |
Pеrіngkаt Elо раlіng rеndаh | 155 (4 Dеѕеmbеr 1995) |
Pеrtаndіngаn іntеrnаѕіоnаl реrtаmа | |
---|---|
(Mаnіlа, Fіlіріnа; 13 Mеі, 1934) | |
Kеmеnаngаn раlіng bеѕаr | |
(Jаkаrtа, Indоnеѕіа; 23 Dеѕеmbеr 2002) | |
Kеkаlаhаn раlіng bеѕаr | |
(Kореnhаgеn, Dеnmаrk; 3 Sерtеmbеr 1974) | |
Pіаlа Dunіа | |
Pеnаmріlаn | 1 (Pertama kali pada 1938) |
Hаѕіl tеrbаіk | Babak 1 (1938, sebagai Hіndіа-Bеlаndа) |
Pіаlа Aѕіа | |
Pеnаmріlаn | 4 (Pertama kali pada 1996) |
Hаѕіl tеrbаіk | Babak 1 (1996, 2000, 2004, 2007) |
Diambil dari Wikipedia Indonesia