Biografi Al-Kindi - Filsuf Muslim Pertama

 dikenal sebagai filsuf pertama yang lahir dari kalangan Islam Biografi Al-Kindi - Filsuf Muslim Pertama
Al-Kindi

Lahir:  801 Basra, Irak

Meninggal: 873 (berusia sekitar. 72) Baghdad, Irak

Era: abad pertengahan ( Masa keemasan Islam )

Daerah: Irak, dunia Arab, dunia Islam

Sekolah: Teologi Islam, filsafat

Kepentingan penting: Philosophy . logic . ethics . mathematics . physics . chemistry . psychology . pharmacology . medicine . metaphysics . cosmology . astrology .  Teori music, teologi Islam.
Abu Yūsuf Yaʻqūb ibn ʼIsḥāq aṣ-Ṣabbāḥ al-Kindī (Arab: أبو يوسف يعقوب بن إسحاق الصبّاح الكندي, Latin: Alkindus), dikenal sebagai filsuf pertama yg lahir dari kalangan Islam. Semasa hidupnya, selain dapat berbahasa Arab, ia mahir berbahasa Yunani. Banyak karya-karya para filsuf Yunani diterjemahkannya dalam bahasa Arab; antara yang lain karya Aristoteles dan Plotinos. Sayangnya ada sebuah karya Plotinus yg diterjemahkannya sebagai karangan Aristoteles yang berjudul Teologi menurut Aristoteles, yg di kemudian hari menimbulkan sedikit kebingungan.

Al-Kindi lahir: 801 dan wafat: 873. Ia hidup pada masa kekhalifahan al-Amin (809-813), al-Ma’mun (813-833), al-Mu’tasim (833-842), al-Wathiq (842-847), dan al-Mutawakkil (847-861). ia juga adalah filsuf berbangsa Arab dan dipandang sebagai filsuf Muslim pertama. Secara etnis, al-Kindi lahir dari keluarga berdarah Arab yang berasal dari suku Kindah, salah sesuatu suku besar daerah Jazirah Arab Selatan. Salah satu kelebihan al-Kindi adalah menghadirkan filsafat Yunani kepada kaum Muslimin setelah terlebih dahulu mengislamkan pikiran-pikiran asing tersebut.


Al Kindi telah menulis banyak karya dalam pelbagai disiplin ilmu, dari metafisika, etika, logika dan psikologi, hingga ilmu pengobatan, farmakologi, matematika, astrologi dan optik, juga meliputi topik praktis seperti parfum, pedang, zoologi, kaca, meteorologi dan gempa bumi.


Ia sangat menghargai matematika. Hal ini disebabkan karena matematika, untuk al-Kindi, adalah mukaddimah bagi siapa saja yg ingin mempelajari filsafat. Mukaddimah ini begitu penting sehingga tak mungkin untuk seseorang buat mencapai keahlian dalam filsafat tanpa terlebih lalu menguasai matematika. Matematika di sini meliputi ilmu mengenai bilangan, harmoni, geometri dan astronomi.


Yang paling penting dari segala cakupan matematika di sini adalah ilmu bilangan atau aritmatika karena jika bilangan tak ada, maka tak akan ada satu apapun.



Pemikiran


Al-Kindi membagi daya jiwa menjadi tiga: daya bernafsu (appetitive), daya pemarah (irascible), dan daya berpikir (cognitive atau rational). Sebagaimana Plato, ia membandingkan ketiga kekuatan jiwa ini dengan mengibaratkan daya berpikir sebagai sais kereta dan beberapa kekuatan lainnya (pemarah dan nafsu) sebagai dua ekor kuda yang menarik kereta tersebut. Jika akal budi mampu berkembang dengan baik, maka beberapa daya jiwa lainnya mampu dikendalikan dengan baik pula. Orang yang hidupnya dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu b!rahi dan amarah diibaratkan al-Kindi seperti anjing dan babi, sedang untuk mereka yg menjadikan akal budi sebagai tuannya, mereka diibaratkan sebagai raja.


Menurut al-Kindi, fungsi filsafat sesungguhnya bukan bagi menggugat kebenaran wahyu atau bagi menuntut keunggulan yang lancang atau menuntut persamaan dengan wahyu. Filsafat haruslah sama sekali tidak mengajukan tuntutan sebagai jalan tertinggi menuju kebenaran dan mau merendahkan dirinya sebagai penunjang bagi wahyu.


Ia mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala sesuatu sejauh jangkauan pengetahuan manusia. Karena itu, al-Kindi dengan tegas menyampaikan bahwa filsafat memiliki keterbatasan dan bahwa ia tak bisa mengatasi problem semisal mukjizat, surga, neraka, dan kehidupan akhirat. Dalam semangat ini pula, al-Kindi mempertahankan penciptaan dunia ex nihilio, kebangkitan jasmani, mukjizat, keabsahan wahyu, dan kelahiran dan kehancuran dunia oleh Tuhan.


Al-Kindi mengumpulkan berbagai karya filsafat secara ensiklopedis, yang kemudian diselesaikan oleh Ibnu Sina (Avicenna) seabad kemudian. Ia juga tokoh pertama yg berhadapan dengan berbagai aksi kejam dan penyiksaan yg dilancarkan oleh para bangsawan religius-ortodoks terhadap berbagai pemikiran yang dianggap bid'ah, dan dalam keadaan yang sedemikian tragis (terhadap para pemikir besar Islam), al Kindi dapat membebaskan diri dari upaya kejam para bangsawan religius-ortodoks itu. (Sumber: Wikipedia)

Posting Komentar

© Suka Sejarah. All rights reserved. Developed by Jago Desain