Nyai Ageng Ngerang - Penyebar Islam Di Juwana Dan Daerah Lereng Pegunungan Kendeng Pati Selatan

 penyebar Islam di Juwana dan daerah lereng pegunungan Kendeng Pati Selatan Nyai Ageng Ngerang - penyebar Islam di Juwana dan daerah lereng pegunungan Kendeng Pati Selatan
Nyai Ageng Ngerang
Gambar dari Gumurang
Nyai Ageng Ngerang adalah seorang tokoh ulama wanita wali nukbah yang semasa dengan Dewan Walisongo yang menyebarkan agama islam di daerah Juwana dan daerah lereng pegunungan Kendeng Pati Selatan sampai akhir hayatnya dimakamkan di Pedukuhan Ngerang Desa Tambakromo, Pati, Jawa Tengah, makamnya dari kota Pati ke arah Selatan sekitar 17 km.


Kelahiran

Nyai Ageng Ngerang diperkirakan lahir sebelum tahun 1478 M. Nama kecilnya adalah Dewi Roro Kasihan dan nama lengkapnya bernama Nyai Siti Rohmah Roro Kasihan. Di Juwana, ia mempunyai nama yang lain Nyai Juminah. Masyarakat lebih mengenalnya dengan sebutan (gelar) Nyai Ageng Ngerang karena ia menjadi istri Kyai Ageng Ngerang I (Sunan Ngerang I atau Syeh Muhammad Nurul Yaqin) yg mempunyai wilayah kekuasaan di Ngerang Juwana.


Silsilah

Nyai Ageng Ngerang merupakan salah satu keturunan bangsawan kerajaan Majapahit Prabu Kertabumi Brawijaya V dan mempunyai nasab sampai dengan Nabi Muhammad SAW generasi ke 25 dari keluarga Bani Alawi Hadramaut. Menurut beberapa catatan Babad Tanah Jawi, Serat Centhini, berbagai sumber buku, dan juga dari Keraton Surakarta Hadiningrat, silsilah Nyai Ageng Ngerang adalah sebagai berikut:
  • Suami : Ki Ageng Ngerang I /Sunan Ngerang atau Syeh Muhammad Nurul Yaqin ialah putra Ki Ageng Jabung trah Sunan Ngudung ayah dari Sunan Suci
  • Ayah : Raden Bondan Kejawan Aryo Lembu Peteng, Ki Ageng Tarub II adalah putra dari Prabu Brawijaya V
  • Ibu  : Dewi Retno Nawangsih
  • Kakek nenek ayah: Prabu kertabumi Brawijaya V dan Putri Wandan kuning
  • Kakek nenek ibu: Ki Ageng Tarub atau Jaka Tarub dan Dewi Nawang Wulan, seorang bidadari kahyangan.
  • Saudara Kandung: 
  1. Ki Ageng Wonosobo atau Syeh Abibdullah. Makamnya berada di Plobangan Selo merto Wonosobo.
  2. Ki Ageng Getas Pendawa atau R.Depok atau Syeh Ngabdullah. Makamnya berada di Kahuripan Purwodadi Grobogan.

Keturunan Nyai Ageng Ngerang

1. Nyi Ageng Selo II atau Roro Kinasih. Roro Kinasih menikah dengan Ki Ageng Selo, seorang legendaris yg mempunyai karomah dapat menangkap petir. Ki Ageng Sela adalah keponakan sekaligus menantu Nyai Ageng Ngerang. Keduanya mempunyai 6 putri dan 1 putra, Ki Ageng Henis.

2. Ki Ageng Ngerang II. Ki Ageng Ngerang II ini mempunyai putra yakni: Ki Ageng Ngerang III,Ki Ageng Ngerang IV dan Pangeran Kalijenar.

2.1. Ki Ageng Ngerang III. Ki Ageng Ngerang III menikah dengan Raden Ayu Panengah atau Nyi Ageng Ngerang III, salah sesuatu putri Sunan Kalijaga makamnya berada di Laweyan Solo dan mempunyai putra yg bernama Ki Ageng Penjawi yg juga disebut Ki Ageng Pati karena memperoleh hadiah dari Raja Pajang yang berupa tanah perdikan yang sudah berbentuk wilayah dan berpenduduk banyak yang sebelumnya Pati vakum pemimpin.

2.2. Ki Ageng Penjawi mempunyai putri bernama Waskita Jawi atau Roro Sari yg menjadi permaisuri Panembahan Senopati Sutawijaya yg bergelar Ratu Mas.Dan yg sesuatu lagi bernama Wasis Joyo Kusumo yg bergelar Adipati Pragola Pati.

2.18 Sinuhun Sunan Pakubuwono XII.
2.18 Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
2.19 Sinuhun Pakubuwono XIII dan patih Tedjowulan.
2.19 Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Sinuhun Pakubuwono XIII dan Sultan Hamengkubuwono X adalah Keturunan Nyai Ageng Ngerang generasi ke 19.

3. Roro Nyono menikah dengan Sunan Muria. Sunan Muria merupakan salah sesuatu murid Sunan Ngerang, suami dari Nyai Ageng Ngerang. Kisah cerita kehidupannya menjadi legenda masyarakat Pati.

4.Roro Pujiwat. Roro Pujiwat terkenal mulai kecantikan dan kesolehannya. Namun kisah hidupnya sangat tragis karena terbunuh oleh seorang pemuda yang ditolak cintanya karena tidak mampu memenuhi persyaratannya untuk mengambil pintu kaputren kerajaan Majapahit dalam semalam.


Riwayat

Nyai Ageng Ngerang dilahirkan oleh sang ibu Dewi Nawangsih di padepokan Tarub daerah Purwodadi. Diasuh dan dibimbing oleh kedua orangtuanya di padepokan Tarub.Dari semenjak kecil dia sudah belajar agama dengan tekun. Dikisahkan ia sempat belajar dan berguru pada Sunan Kalijaga yg kadang datang ke padepokan Tarub. Menginjak dewasa Dewi Roro Kasihan menikah dengan Raden Ronggo Joyo atau lebih dikenal Kyai Ageng Ngerang I/Sunan Ngerang dan kemudian tinggal di Ngerang Juwana. Semenjak itulah ia terkenal dengan nama Nyai Ageng Ngerang.

Ki Ageng Ngerang mendirikan padepokan pesantren di Ngerang Juwana dan muridnya datang dari berbagai daerah. Nyai Ageng Ngerang sendiri ikut membantu sang suami mengajar santri wanita.

Ki Ageng Ngerang dan Nyai Ageng Ngerang mempunyai kedekatan dengan Syeh Siti Jenar, ulama tarekat dan sufi. Nyai Ageng Ngerang pun menuntut ilmu dari Syeh Siti Jenar. Karena pengaruh konflik politik kerajaan Demak dengan Syeh Siti Jenar maka siapapun yang pernah dekat dengan Syeh Siti Jenar akan diburu prajurit kerajaan Demak. Maka demi keselamatan para santrinya Kyai Ageng Ngerang dan Nyai Ageng Ngerang meninggalkan padepokan Ngerang Juwana pergi ke arah selatan menyusuri lereng pegunungan kendeng. Dan kemudian membuka hutan untuk dijadikan tempat tinggal dan mendirikan padepokan untuk menyebarkan islam di daerah lereng pegunungan kendeng ini.


Nyi Ageng Ngerang sebagai Pioner Kesultanan Mataram

Perkembangan sejarah masuknya Agama Islam di Surakarta, tidak mampu dipisahkan dengan sejarah Ki Ageng Henis. Mulanya Laweyan merupakan perkampungan masyarakat yang beragama Hindu Jawa. Ki Ageng Beluk, sahabat Ki Ageng Henis, adalah tokoh masyarakat Laweyan saat itu. Ia menganut agama Hindu, tapi karena dakwah yg dilakukan oleh Ki Ageng Henis, Ki Ageng Beluk menjadi masuk Islam. Ki Ageng Beluk kemudian menyerahkan bangunan pura Hindu miliknya kepada Ki Ageng Henis bagi diubah menjadi Masjid Laweyan.

Kerajaan Mataram Islam dirintis oleh tokoh-tokoh keturunan Raden Bondan Kejawan putra Bhre Kertabhumi. Tokoh penting Pioner Kesultanan Mataram adalah Ki Ageng Pamanahan, Ki Juru Martani dan Ki Panjawi mereka bertiga dikenal dengan "Tiga Serangkai Mataram" atau istilah lainnya adalah "Three Musketeers from Mataram". Disamping itu banyak perintis lainnya yg dianggap berjasa besar terhadap terbentuknya Kesultanan Mataram seperti : Bondan Kejawan, Ki Ageng Wonosobo, Ki Ageng Getas Pandawa, Nyai Ageng Ngerang dan Ki Ageng Ngerang, Ki Ageng Made Pandan, Ki Ageng Saba, Ki Ageng Pakringan, Ki Ageng Sela, Ki Ageng Enis dan tokoh lainnya dari keturunanan masing-masing. Mereka berperan sebagai leluhur Raja-raja Mataram yg mewarisi nama besar keluarga keturunan Brawijaya majapahit yg keturunannya menduduki tempat terhormat dimata masyarakat dengan menyandang nama Ki, Ki Gede, Ki Ageng' Nyai Gede, Nyai Ageng yang memiliki arti : tokoh besar keagamaan dan pemerintahan yang dihormati yang memiliki kelebihan, kemampuan dan sifat-sifat kepemimpinan masyarakat.


Ada dua fakta yg menguatkan mereka dianggap sebagai perintis Kesultanan Mataram merupakan :

Fakta 1 : Tokoh-tokoh perintis tersebut adalah keturunan ke 1 sampai dengan ke 6 raja Majapahit terakhir Bhre Kertabhumi yg bergelar Brawijaya V, yg telah mampu dipastikan masih memiliki pengaruh baik dan kuat terhadap Kerajaan yg memerintah maupun terhadap masyarakat luas;

Fakta 2 : Tokoh-tokoh tersebut adalah keturunan Silang/Campuran dari Walisongo beserta leluhurnya yg terhubung segera kepada Imam Husain bin Ali bin Abu Thalib, yang sudah mampu dipastikan mendapatkan bimbingan ilmu keagamaan (Islam) berikut ilmu pemerintahan ala khilafah / kekhalifahan islam jajirah Arab. Hal ini terbukti dalam aktivitas keseharian mereka juga sering berdakwah dari daerah satu ke daerah lainnya dengan mendirikan banyak Masjid, Surau dan Pesantren;

Fakta 3 : Para perintis tersebut pada dasarnya adalah "Misi" yg dipersiapkan oleh para Seikh dan para Wali (Wali-7 dan Wali-9) termasuk para Al-Maghrobi yg bertujuan "mengislamkan Tanah Jawa" secara sistematis dan berkelanjutan dengan cara menyatu dengan garis keturunan kerajaan.

Fakta 4 : Suksesi Kesultanan Demak ke Kesultanan Pajang kemudian menjadi Kesultanan Mataram pada dasarnya adalah kesinambungan dari "Misi" sesuai Fakta 3, seperti juga yg terjadi dengan Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Sumedang Larang, Kerajaan Talaga Majalengka dan Kerajaan Sarosoan Banten, di luar adanya perebutan kekuasaan.

Dengan demikian dari keempat fafta di atas, jelas sudah bahwa terbentuknya Kesultanan Mataram pada khususnya dan Kesultanan Islam di Jawa pada umumnya yaitu strategi yg dipersiapkan oleh para Syeikh dan para Wali untuk mempercepat menyebarnya Islam di Tanah Jawa, sehingga salah sesuatu persyaratan pembentukan Kesultanan Islam baik di Jawa maupun di daerah lainnya harus mendapatkan "Legitimasi/Pengesahan" dari Mekah dan/atau Turki, jalur bagi keperluan tersebut dimiliki oleh para "Ahlul Bait" seperti para Seikh dan para Wali.


Wafat

Makam Nyai Ageng Ngerang di Ngerang,Tambakromo kabupaten Pati Jawa Tengah didekat lereng pegunungan Kendeng. Ketika Nyai Ageng Ngerang pindah ke daerah Tambakromo lereng pegunungan kendeng ini ia sudah berumur senja dan sampai akhir hayatnya ia dimakamkan disini.Umur ia diprediksi hampir 100 tahun.

Ia seorang wanita yang sabar dan kuat dalam menghadapi rintangan,sifatnya welas asih kepada setiap orang bahkan kepada orang yang membenci dan menentang ajarannya,suka membela kebenaran dan suka menolong kepada orang yang lemah.

Tak ada catatan yg pasti tarikh wafatnya. Namun telah menjadi tradisi setiap 1 Suro dilaksanakan Haul wafatnya. Acara haul selalu dihadiri kerabat Keraton Surakarta Hadiningrat. (Wikipedia)

Posting Komentar

© Suka Sejarah. All rights reserved. Developed by Jago Desain