Biografi Jendral M. Jusuf - Menteri Pertahanan Dan Keamanan Indonesia Ke-16
Jenderal TNI (Purn.) Andi Muhammad Jusuf Amir atau lebih dikenal dengan nama Jenderal M. Jusuf adalah salah satu tokoh militer Indonesia yg sangat berpengaruh dalam sejarah kemiliteran Indonesia. Ia juga yaitu salah sesuatu keturunan bangsawan dari suku Bugis—hal ini mampu dilihat dengan gelar Andi pada namanya—mulai tapi melepaskan gelar kebangsawanannya itu pada tahun 1957 dan tidak pernah menggunakannya lagi.
Dalam posisi pemerintahan ia pernah menjabat sebagai Panglima ABRI merangkap Menteri Pertahanan dan Keamanan pada periode 1978 - 1983. Selain itu ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Perindustrian pada periode 1964 - 1974 dan juga Ketua Badan Pemeriksa Keuangan periode 1983 - 1993.
Awal Kehidupan
Jusuf lahir di Kajuara, Bone, Sulawesi Selatan pada 23 Juni 1928. Tidak banyak yang diketahui mengenai kehidupan awal Jusuf selain fakta ia adalah seorang Bugis bangsawan seperti yang disaksikan oleh nama tituler "Andi" di depan namanya. Jusuf kemudian mencela latar belakang aristokrat dengan menjatuhkan Andi dari namanya.
Karier Militer
Revolusi Nasional Indonesia
Ketika para pemimpin Nasionalis, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Jusuf memperlihatkan dukungannya dengan bergabung dengan Devosi Rakyat Indonesia dari Sulawesi (KRIS). Menjelang akhir tahun 1945, dengan Belanda Pemerintah mempersiapkan bagi merebut kembali Indonesia, Jusuf dan rekan-rekannya sesama anggota KRIS berlayar untuk Java bagi bergabung dalam pertempuran.
Jusuf sebenarnya akan karier militernya di Angkatan Bahari, menjadi ajudan dari Angkatan Bahari Letnan Kolonel Kahar Muzakkar di Angkatan Bahari ke-10 Staf Komando kantor pusat di Yogyakarta.
Sulawesi
Pada 1949, Jusuf telah beralih ke Angkatan Darat, menjadi bagian dari Polisi Militer sebelum menjadi anggota Komisi Militer Indonesia Timur.
Pada tahun 1950, Jusuf menjadi ajudan Kolonel Alexander Evert Kawilarang, Panglima KODAM VII / Wirabuana yang keamanan singkat menutupi seluruh Indonesia Timur. Dalam posisi ini, Jusuf berpartisipasi dalam memadamkan pemberontakan oleh Republik Maluku Selatan (RMS). Jusuf kemudian melanjutkan karier militernya, melayani sebagai Kepala Staf Resimen di Manado, sebuah Operasi Asisten Panglima KODAM VII / Wirabuana, dan Kepala Cadangan Generik.
Perjuangan Universal (Permesta)
Selama pertengahan 1950-an ada kekhawatiran di kalangan masyarakat Sulawesi bahwa Pemerintah Pusat di Jakarta tidak melayani kebutuhan mereka. Mereka panggilan dibuat buat desentralisasi dalam seluruh aspek Pemerintahan, mulai dari pembangunan ekonomi terhadap keamanan.
Menjadi seorang prajurit, Jusuf tertarik desentralisasi urusan keamanan dan bersama dengan rekan-rekan yang berpikiran sampai pada kesimpulan bahwa Sulawesinese harus bertanggung jawab atas keamanan di wilayah mereka sendiri. Jusuf juga menunjukkan keprihatinan oleh fakta bahwa KODAM VII / Wirabuana 's singkat keamanan mencakup semua Indonesia Timur sedangkan KODAMs di Indonesia Barat memiliki area spesifik bagi menutupi.
Perhatian terhadap desentralisasi memuncak dalam pernyataan Permesta yg ditandatangani oleh tokoh-tokoh penting di Sulawesi (termasuk Jusuf) pada tanggal 2 Maret 1957. Pernyataan itu juga menyatakan kondisi darurat di Indonesia Timur. Pada ketika ini, Jusuf menjadi perwira operasi buat Permesta.
Itu tak Namun lama, sebelum Jusuf meninggalkan gerakan. Pada Mei 1957, Kepala Staf Angkatan Darat Abdul Haris Nasution, resmi pembentukan KODAM XIV / Hasanuddin, KODAM / Sulawesi Tenggara dan KODAM XVI / Udayana buat menutupi keamanan Sulawesi. Dengan permintaannya telah terpenuhi, tidak ada alasan bagi Jusuf untuk tinggal dengan Permesta. Sebaliknya, Jusuf menjadi mata-mata, melaporkan hasil meeting kepada Pemerintah Pusat yg curiga bahwa Permesta adalah gerakan separatis.
KODAM/Sulawesi Tenggara
Jusuf menjatuhkan sandiwara dengan Permesta pada Mei 1958 dengan pengangkatannya sebagai Panglima KODAM / Sulawesi Tenggara. Dari posisinya, Jusuf dibantu Pemerintah Pusat dalam memadamkan gerakan Permesta.
KODAM XIV/Hasanuddin
Pada Oktober 1959, Jusuf dipindahkan ke KODAM XIV / Hasanuddin menjadi Komandan nya. Sebagai Panglima KODAM XIV / Hasanuddin, Jusuf bertanggung jawab atas keamanan Sulawesi Selatan.
Menteri Perindustrian
Pada tanggal 27 Agustus 1964, Jusuf diangkat sebagai Menteri Perindustrian. Meskipun ini adalah pos sipil, itu tak mengherankan bahwa Jusuf diangkat ke posisi ini karena Sukarno memiliki anggota yang lain dari ABRI dalam kabinetnya buat alasan lain selain pertahanan dan keamanan (Model: Letnan Jenderal Hidayat sebagai Menteri Telekomunikasi dan Ali Sadikin dari Marinir menjabat sebagai Menteri Perhubungan).
Supersemar
Pada tanggal 11 Maret 1966, Jusuf menghadiri pertemuan Kabinet di Istana Presiden, yang pertama sejak Sukarno reshuffle kabinet pada akhir Februari. Rendezvous tak berlangsung lama sebelum Sukarno, setelah menerima surat dari Komandan Pengawal, tiba-datang meninggalkan ruangan. Ketika meeting itu selesai, Jusuf dan Menteri Urusan Veteran, Basuki Rachmat, pergi ke luar Istana Kepala Negara buat bergabung dengan AmirMachmud Panglima KODAM V / Jaya. Jusuf kemudian diberitahu apa yang terjadi bahwa Soekarno telah pergi ke Bogor dengan helikopter karena situasi yang tidak aman di Jakarta.
Jusuf kemudian menyarankan bahwa mereka bertiga pergi ke Bogor bagi memberikan dukungan moral kepada Sukarno. Ketiganya kemudian pergi ke kediaman Letnan Jenderal Soeharto, Panglima Angkatan Darat yg sudah membentuk posisi sebagai lawan politik terkuat Sukarno. Menurut Amirmahmud, Suharto meminta ketiga Jenderal ini untuk memberitahu Sukarno kesiapan bagi memulihkan keamanan, namun Presiden harus memintanya.
Di Bogor, ketiganya bertemu dengan Soekarno yang tak senang dengan keamanan dan dengan desakan Amir machmud bahwa semuanya aman. Soekarno kemudian mulai mendiskusikan pilihan dengan ketiga Jenderal sebelum akhirnya meminta mereka bagaimana dia mampu mengurus situasi. Jusuf dan Basuki diam, tapi Amir machmud bahwa Sukarno memberi Suharto beberapa kekuatan dan memerintah Indonesia dengan dia sehingga semuanya mampu diamankan. Rendezvous kemudian dibubarkan, Sukarno mulai mempersiapkan Keputusan Kepala Negara.
Itu senja ketika Keputusan yg akan menjadi Supersemar akhirnya bersiap dan menunggu tanda tangan Sukarno. Sukarno memiliki beberapa keraguan menit terakhir tapi Jusuf, bersama dengan beberapa jenderal dan lingkaran dalam Sukarno dalam Kabinet yg juga sudah membuat perjalanan ke Bogor mendorongnya bagi menandatangani. Soekarno akhirnya menandatangani dan menyerahkan Supersemar Basuki mulai diteruskan kepada Soeharto.
Ada kontroversi mengenai peran Jusuf di Supersemar. Satu akun menyatakan bahwa Jusuf tiba ke Bogor dengan folder merah muda dengan Supersemar telah pre-prepared pada kertas dengan logo Angkatan Darat di atasnya dan bahwa ada empat Jenderal bukan tiga, makhluk Generik keempat Maraden Panggabean. Soekarno kemudian diintimidasi di titik pistol oleh Basuki dan Panggabean sebelum menandatangani Supersemar yang telah disiapkan.
Jusuf juga berhasil mendapatkan memegang salinan Supersemar.
Pada 13 Maret, Soekarno memanggil Jusuf, Basuki, dan Amirmachmud. Soekarno marah karena Suharto telah melarang Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengatakan tiga jenderal yang Supersemar tak mengandung instruksi tersebut. Soekarno kemudian memerintahkan agar surat diproduksi buat memperjelas isi Supersemar tetapi tak pernah tiba selain dari salinan yang mantan Duta Besar Kuba, AM Hanafi dikumpulkan.
Orde Baru
Sebagai pimpinan bangsa berubah dari Soekarno ke Soeharto, Jusuf melanjutkan sebagai Menteri Perindustrian. Itu juga dicatat bahwa meskipun memegang jabatan sipil, karier militer Jusuf melanjutkan sambil selalu menerima promosi dari posisi ini.
Komandan ABRI
Pada bulan April tahun 1978, Jusuf diangkat ke posisi Panglima ABRI ketika bersamaan mengambil posisi Menteri Pertahanan dan Keamanan.
Sebagai Komandan, Jusuf ditugaskan oleh Suharto untuk memulai proses mengintegrasikan (Memanunggalkan) ABRI dengan rakyat. Jusuf nanti mulai mengatakan bahwa ia tak yakin apa urutan ini berarti, tetapi mengambil hal itu berarti bahwa ia membuat ABRI netral dalam politik, bukan menggunakan Golkar 's samping. Dalam hal ini ia berhasil seperti dalam Pemilu Legislatif 1982, Golkar tak mendapatkan dukungan aktif dari ABRI yang dinikmati di beberapa sebelumnya Pemilu Legislatif yg berkompetisi masuk
Jusuf juga bertanggung jawab atas ABRI Memasuki Desa (ABRI Masuk Desa). Dalam program ini, ABRI dikirim ke daerah pedesaan untuk menolong dengan pembangunan infrastruktur.
Selama masa jabatannya sebagai Panglima ABRI, Jusuf mengembangkan reputasi sebagai General yang tertarik pada kesejahteraan anak buahnya. Ia secara rutin berkeliling daerah buat mengunjungi tentara dan menanyakan mengenai keluarga dan keadaan mereka. Hal ini membuatnya sangat populer di jajaran ABRI dengan mengorbankan hubungannya dengan Soeharto, yg mulai melihat Jusuf sebagai ancaman.
Pada tahun 1982, sebuah rapat para pejabat tinggi diadakan dan dihadiri oleh Soeharto, Jusuf, dan Amirmachmud yg saat itu menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri. Dalam rapat tersebut, Amirmachmud mengomentari popularitas Jusuf dan memintanya buat menjelaskan dirinya Suharto. Merasakan tuduhan balik permintaan tersebut, Jusuf kehilangan kesabaran dan berjanji Soeharto bahwa dia tak pernah punya ambisi bagi kekuasaan dalam sedang tugasnya. Kecurigaan Soeharto sepertinya sudah menyakiti Jusuf dan tidak pernah menghadiri rapat Kabinet sampai ia diberhentikan dari posisinya di April 1983.
Posting karier militer dan Pensiunan Hidup
Dari tahun 1983 sampai tahun 1993, Jusuf menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ini adalah pekerjaan dari mana ia diperkirakan akan mencapai hal-hal besar, mengingat pendahulunya, Umar Wirahadikusumah yg kemudian menjadi Wakil Presiden. Namun, itu adalah akhir dari keterlibatannya dengan Pemerintah.
Jusuf memiliki hubungan dekat dengan Jusuf Kalla dan pada satu tahap dianggap menunjukkan Kalla salinan Supersemar yang ia diambil dari tahun 1966. Jusuf berubah pikiran dan memamerkan Kalla sebagai versi fotokopian gantinya.
Ketika Jusuf mengumumkan niatnya bagi menghasilkan memoar pada hidupnya, ada harapan luas mengenai apa pandangannya mengenai Supersemar mulai seperti (dari 3 jenderal yang menyaksikan penandatanganan Supersemar, cuma Amirmachmud telah menghasilkan akunnya) . Pada awalnya, Suharto dipercaya Jusuf buat menerbitkan memoar sendiri tapi berubah pikiran, meminta Jusuf agar Sekretariat Negara mempublikasikannya. Jusuf menolak tawaran ini.
Dalam kehidupan pensiunan nya, Jusuf aktif dalam kegiatan sosial dan Dipimpin dasar bertugas menjalankan sebuah masjid juga memberikan kontribusi buat menjalankan rumah sakit.
Kematian
Jusuf meninggal tanggal 8 September 2004. Jusuf merupakan putera seorang bangsawan yg bernama Arung Kajuara. Beristerikan Elly Saelan yg yaitu adik kandung Emmy Saelan Pejuang Asal Makassar Sulawesi Selatan dan memiliki seorang anak yg sudah meninggal dunia bernama Jaury Jusuf Putra.
Elly Saelan (Saeli) adalah adik kandung dari Emmy Saelan dan Maulwi Saelan
Lain-yang lain
Meskipun Amirmachmud telah halus menuduhnya ambisius, Jusuf tetap menjadi teman dekat dengan sesama Supersemar saksi nya. Sebelum Amirmachmud meninggal, ia meminta agar Jusuf menghadiri pemakaman. Namun, Jusuf tidak dapat menghadiri pemakaman Amirmachmud ini. Jusuf juga menerima surat rahasia dari Amirmachmud.
Pendidikan
Generik
Karier
Militer
Sipil/Menteri
Supersemar
M. Jusuf yaitu salah sesuatu saksi kunci perisitiwa Supersemar beserta Jenderal Basuki Rahmat dan Jenderal Amirmachmud. (Sumber)
Dalam posisi pemerintahan ia pernah menjabat sebagai Panglima ABRI merangkap Menteri Pertahanan dan Keamanan pada periode 1978 - 1983. Selain itu ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Perindustrian pada periode 1964 - 1974 dan juga Ketua Badan Pemeriksa Keuangan periode 1983 - 1993.
Awal Kehidupan
Jusuf lahir di Kajuara, Bone, Sulawesi Selatan pada 23 Juni 1928. Tidak banyak yang diketahui mengenai kehidupan awal Jusuf selain fakta ia adalah seorang Bugis bangsawan seperti yang disaksikan oleh nama tituler "Andi" di depan namanya. Jusuf kemudian mencela latar belakang aristokrat dengan menjatuhkan Andi dari namanya.
Karier Militer
- Perang Kemerdekaan di satuan Sulawesi (KRIS) di Yogyakarta
- Ajudan Letkol Kahar Muzakkar di staf Komando Markas ALRI Pangkalan X di Yogyakarta
- Kapten dalam Corps Pilisi Militer (CPM) (Desember 1949)
- Anggota Staf Komisi militer buat Indonesia Timur (Desember 1949–1950)
- Ajudan Panglima TT-VII/TTIT Kolonel Alex Kawilarang (April 1950)
- Kepala Staf Resimen Infanteri (RI)-24 di Manado (1953–1954)
- Asisten II (Operasi) TT-VII/TTIT di Makassar (1955–1956)
- Kepala Komando Reserve Umum (KRU) dgn pangkat Mayor (Oktober 1956)
- Kepala Staf Resimen Hassanudin (RI-Hasanuddin) di Pare-pare Sulsel (ex KRU)
- Menandatangani Naskah Piagam Permesta (no.24) (1 Maret 1957)
- Pangkat Letkol (Februari 1958)
- Kepala Staf Komando Daerah Militer Sulawesi Selatan dan Tenggara (KDMSST) di Makassar (Februari 1959)
- Panglima KDMSST (Oktober 1959)
- Pangkat Kolonel (Juli 1960)
- Panglima Kodam XIV/Hasanuddin di Makassar (1960–1964)
- Menhankam/Panglima ABRI dalam Kabinet Pembangunan III (29 Maret 1978–19 Maret 1983)
Revolusi Nasional Indonesia
Ketika para pemimpin Nasionalis, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Jusuf memperlihatkan dukungannya dengan bergabung dengan Devosi Rakyat Indonesia dari Sulawesi (KRIS). Menjelang akhir tahun 1945, dengan Belanda Pemerintah mempersiapkan bagi merebut kembali Indonesia, Jusuf dan rekan-rekannya sesama anggota KRIS berlayar untuk Java bagi bergabung dalam pertempuran.
Jusuf sebenarnya akan karier militernya di Angkatan Bahari, menjadi ajudan dari Angkatan Bahari Letnan Kolonel Kahar Muzakkar di Angkatan Bahari ke-10 Staf Komando kantor pusat di Yogyakarta.
Sulawesi
Pada 1949, Jusuf telah beralih ke Angkatan Darat, menjadi bagian dari Polisi Militer sebelum menjadi anggota Komisi Militer Indonesia Timur.
Pada tahun 1950, Jusuf menjadi ajudan Kolonel Alexander Evert Kawilarang, Panglima KODAM VII / Wirabuana yang keamanan singkat menutupi seluruh Indonesia Timur. Dalam posisi ini, Jusuf berpartisipasi dalam memadamkan pemberontakan oleh Republik Maluku Selatan (RMS). Jusuf kemudian melanjutkan karier militernya, melayani sebagai Kepala Staf Resimen di Manado, sebuah Operasi Asisten Panglima KODAM VII / Wirabuana, dan Kepala Cadangan Generik.
Perjuangan Universal (Permesta)
Selama pertengahan 1950-an ada kekhawatiran di kalangan masyarakat Sulawesi bahwa Pemerintah Pusat di Jakarta tidak melayani kebutuhan mereka. Mereka panggilan dibuat buat desentralisasi dalam seluruh aspek Pemerintahan, mulai dari pembangunan ekonomi terhadap keamanan.
Menjadi seorang prajurit, Jusuf tertarik desentralisasi urusan keamanan dan bersama dengan rekan-rekan yang berpikiran sampai pada kesimpulan bahwa Sulawesinese harus bertanggung jawab atas keamanan di wilayah mereka sendiri. Jusuf juga menunjukkan keprihatinan oleh fakta bahwa KODAM VII / Wirabuana 's singkat keamanan mencakup semua Indonesia Timur sedangkan KODAMs di Indonesia Barat memiliki area spesifik bagi menutupi.
Perhatian terhadap desentralisasi memuncak dalam pernyataan Permesta yg ditandatangani oleh tokoh-tokoh penting di Sulawesi (termasuk Jusuf) pada tanggal 2 Maret 1957. Pernyataan itu juga menyatakan kondisi darurat di Indonesia Timur. Pada ketika ini, Jusuf menjadi perwira operasi buat Permesta.
Itu tak Namun lama, sebelum Jusuf meninggalkan gerakan. Pada Mei 1957, Kepala Staf Angkatan Darat Abdul Haris Nasution, resmi pembentukan KODAM XIV / Hasanuddin, KODAM / Sulawesi Tenggara dan KODAM XVI / Udayana buat menutupi keamanan Sulawesi. Dengan permintaannya telah terpenuhi, tidak ada alasan bagi Jusuf untuk tinggal dengan Permesta. Sebaliknya, Jusuf menjadi mata-mata, melaporkan hasil meeting kepada Pemerintah Pusat yg curiga bahwa Permesta adalah gerakan separatis.
KODAM/Sulawesi Tenggara
Jusuf menjatuhkan sandiwara dengan Permesta pada Mei 1958 dengan pengangkatannya sebagai Panglima KODAM / Sulawesi Tenggara. Dari posisinya, Jusuf dibantu Pemerintah Pusat dalam memadamkan gerakan Permesta.
KODAM XIV/Hasanuddin
Pada Oktober 1959, Jusuf dipindahkan ke KODAM XIV / Hasanuddin menjadi Komandan nya. Sebagai Panglima KODAM XIV / Hasanuddin, Jusuf bertanggung jawab atas keamanan Sulawesi Selatan.
Menteri Perindustrian
Pada tanggal 27 Agustus 1964, Jusuf diangkat sebagai Menteri Perindustrian. Meskipun ini adalah pos sipil, itu tak mengherankan bahwa Jusuf diangkat ke posisi ini karena Sukarno memiliki anggota yang lain dari ABRI dalam kabinetnya buat alasan lain selain pertahanan dan keamanan (Model: Letnan Jenderal Hidayat sebagai Menteri Telekomunikasi dan Ali Sadikin dari Marinir menjabat sebagai Menteri Perhubungan).
Supersemar
Pada tanggal 11 Maret 1966, Jusuf menghadiri pertemuan Kabinet di Istana Presiden, yang pertama sejak Sukarno reshuffle kabinet pada akhir Februari. Rendezvous tak berlangsung lama sebelum Sukarno, setelah menerima surat dari Komandan Pengawal, tiba-datang meninggalkan ruangan. Ketika meeting itu selesai, Jusuf dan Menteri Urusan Veteran, Basuki Rachmat, pergi ke luar Istana Kepala Negara buat bergabung dengan AmirMachmud Panglima KODAM V / Jaya. Jusuf kemudian diberitahu apa yang terjadi bahwa Soekarno telah pergi ke Bogor dengan helikopter karena situasi yang tidak aman di Jakarta.
Jusuf kemudian menyarankan bahwa mereka bertiga pergi ke Bogor bagi memberikan dukungan moral kepada Sukarno. Ketiganya kemudian pergi ke kediaman Letnan Jenderal Soeharto, Panglima Angkatan Darat yg sudah membentuk posisi sebagai lawan politik terkuat Sukarno. Menurut Amirmahmud, Suharto meminta ketiga Jenderal ini untuk memberitahu Sukarno kesiapan bagi memulihkan keamanan, namun Presiden harus memintanya.
Di Bogor, ketiganya bertemu dengan Soekarno yang tak senang dengan keamanan dan dengan desakan Amir machmud bahwa semuanya aman. Soekarno kemudian mulai mendiskusikan pilihan dengan ketiga Jenderal sebelum akhirnya meminta mereka bagaimana dia mampu mengurus situasi. Jusuf dan Basuki diam, tapi Amir machmud bahwa Sukarno memberi Suharto beberapa kekuatan dan memerintah Indonesia dengan dia sehingga semuanya mampu diamankan. Rendezvous kemudian dibubarkan, Sukarno mulai mempersiapkan Keputusan Kepala Negara.
Itu senja ketika Keputusan yg akan menjadi Supersemar akhirnya bersiap dan menunggu tanda tangan Sukarno. Sukarno memiliki beberapa keraguan menit terakhir tapi Jusuf, bersama dengan beberapa jenderal dan lingkaran dalam Sukarno dalam Kabinet yg juga sudah membuat perjalanan ke Bogor mendorongnya bagi menandatangani. Soekarno akhirnya menandatangani dan menyerahkan Supersemar Basuki mulai diteruskan kepada Soeharto.
Ada kontroversi mengenai peran Jusuf di Supersemar. Satu akun menyatakan bahwa Jusuf tiba ke Bogor dengan folder merah muda dengan Supersemar telah pre-prepared pada kertas dengan logo Angkatan Darat di atasnya dan bahwa ada empat Jenderal bukan tiga, makhluk Generik keempat Maraden Panggabean. Soekarno kemudian diintimidasi di titik pistol oleh Basuki dan Panggabean sebelum menandatangani Supersemar yang telah disiapkan.
Jusuf juga berhasil mendapatkan memegang salinan Supersemar.
Pada 13 Maret, Soekarno memanggil Jusuf, Basuki, dan Amirmachmud. Soekarno marah karena Suharto telah melarang Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengatakan tiga jenderal yang Supersemar tak mengandung instruksi tersebut. Soekarno kemudian memerintahkan agar surat diproduksi buat memperjelas isi Supersemar tetapi tak pernah tiba selain dari salinan yang mantan Duta Besar Kuba, AM Hanafi dikumpulkan.
Orde Baru
Sebagai pimpinan bangsa berubah dari Soekarno ke Soeharto, Jusuf melanjutkan sebagai Menteri Perindustrian. Itu juga dicatat bahwa meskipun memegang jabatan sipil, karier militer Jusuf melanjutkan sambil selalu menerima promosi dari posisi ini.
Komandan ABRI
Pada bulan April tahun 1978, Jusuf diangkat ke posisi Panglima ABRI ketika bersamaan mengambil posisi Menteri Pertahanan dan Keamanan.
Sebagai Komandan, Jusuf ditugaskan oleh Suharto untuk memulai proses mengintegrasikan (Memanunggalkan) ABRI dengan rakyat. Jusuf nanti mulai mengatakan bahwa ia tak yakin apa urutan ini berarti, tetapi mengambil hal itu berarti bahwa ia membuat ABRI netral dalam politik, bukan menggunakan Golkar 's samping. Dalam hal ini ia berhasil seperti dalam Pemilu Legislatif 1982, Golkar tak mendapatkan dukungan aktif dari ABRI yang dinikmati di beberapa sebelumnya Pemilu Legislatif yg berkompetisi masuk
Jusuf juga bertanggung jawab atas ABRI Memasuki Desa (ABRI Masuk Desa). Dalam program ini, ABRI dikirim ke daerah pedesaan untuk menolong dengan pembangunan infrastruktur.
Selama masa jabatannya sebagai Panglima ABRI, Jusuf mengembangkan reputasi sebagai General yang tertarik pada kesejahteraan anak buahnya. Ia secara rutin berkeliling daerah buat mengunjungi tentara dan menanyakan mengenai keluarga dan keadaan mereka. Hal ini membuatnya sangat populer di jajaran ABRI dengan mengorbankan hubungannya dengan Soeharto, yg mulai melihat Jusuf sebagai ancaman.
Pada tahun 1982, sebuah rapat para pejabat tinggi diadakan dan dihadiri oleh Soeharto, Jusuf, dan Amirmachmud yg saat itu menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri. Dalam rapat tersebut, Amirmachmud mengomentari popularitas Jusuf dan memintanya buat menjelaskan dirinya Suharto. Merasakan tuduhan balik permintaan tersebut, Jusuf kehilangan kesabaran dan berjanji Soeharto bahwa dia tak pernah punya ambisi bagi kekuasaan dalam sedang tugasnya. Kecurigaan Soeharto sepertinya sudah menyakiti Jusuf dan tidak pernah menghadiri rapat Kabinet sampai ia diberhentikan dari posisinya di April 1983.
Posting karier militer dan Pensiunan Hidup
Dari tahun 1983 sampai tahun 1993, Jusuf menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ini adalah pekerjaan dari mana ia diperkirakan akan mencapai hal-hal besar, mengingat pendahulunya, Umar Wirahadikusumah yg kemudian menjadi Wakil Presiden. Namun, itu adalah akhir dari keterlibatannya dengan Pemerintah.
Jusuf memiliki hubungan dekat dengan Jusuf Kalla dan pada satu tahap dianggap menunjukkan Kalla salinan Supersemar yang ia diambil dari tahun 1966. Jusuf berubah pikiran dan memamerkan Kalla sebagai versi fotokopian gantinya.
Ketika Jusuf mengumumkan niatnya bagi menghasilkan memoar pada hidupnya, ada harapan luas mengenai apa pandangannya mengenai Supersemar mulai seperti (dari 3 jenderal yang menyaksikan penandatanganan Supersemar, cuma Amirmachmud telah menghasilkan akunnya) . Pada awalnya, Suharto dipercaya Jusuf buat menerbitkan memoar sendiri tapi berubah pikiran, meminta Jusuf agar Sekretariat Negara mempublikasikannya. Jusuf menolak tawaran ini.
Dalam kehidupan pensiunan nya, Jusuf aktif dalam kegiatan sosial dan Dipimpin dasar bertugas menjalankan sebuah masjid juga memberikan kontribusi buat menjalankan rumah sakit.
Kematian
Jusuf meninggal tanggal 8 September 2004. Jusuf merupakan putera seorang bangsawan yg bernama Arung Kajuara. Beristerikan Elly Saelan yg yaitu adik kandung Emmy Saelan Pejuang Asal Makassar Sulawesi Selatan dan memiliki seorang anak yg sudah meninggal dunia bernama Jaury Jusuf Putra.
Elly Saelan (Saeli) adalah adik kandung dari Emmy Saelan dan Maulwi Saelan
Lain-yang lain
Meskipun Amirmachmud telah halus menuduhnya ambisius, Jusuf tetap menjadi teman dekat dengan sesama Supersemar saksi nya. Sebelum Amirmachmud meninggal, ia meminta agar Jusuf menghadiri pemakaman. Namun, Jusuf tidak dapat menghadiri pemakaman Amirmachmud ini. Jusuf juga menerima surat rahasia dari Amirmachmud.
Pendidikan
Generik
- HIS di Watampone
- MULO
- SMA
- Kursus Atase Militer
- SSKAD (Sekolah Staf & Komando AD) sekarang Seskoad di Bandung (1952-1953)
- US Army Infantry Officers Advanced Course di Fort Benning, Amerika Serikat 1955-1956
- Kursus Lintas Udara / Airborne Course di Amerika Perkumpulan
- Kursus Singkat Khusus Angkatan IV
- Seskoad 1969
Karier
Militer
- Perang Kemerdekaan di satuan Sulawesi (KRIS) di Yogyakarta
- Ajudan Letkol Kahar Muzakkar di staf Komando Markas ALRI Pangkalan X di Yogyakarta
- Kapten dalam Corps Pilisi Militer (CPM) (Desember 1949)
- Anggota Staf Komisi militer bagi Indonesia Timur (Desember 1949–1950)
- Ajudan Panglima TT-VII/TTIT Kolonel Alex Kawilarang (April 1950)
- Kepala Staf Resimen Infanteri (RI)-24 di Manado (1953–1954)
- Asisten II (Operasi) TT-VII/TTIT di Makassar (1955–1956)
- Kepala Komando Reserve Umum (KRU) dgn pangkat Mayor (Oktober 1956)
- Kepala Staf Resimen Hassanudin (RI-Hasanuddin) di Pare-pare Sulsel (ex KRU)
- Menandatangani Naskah Piagam Permesta (no.24) (1 Maret 1957)
- Pangkat Letkol (Februari 1958)
- Kepala Staf Komando Daerah Militer Sulawesi Selatan dan Tenggara (KDMSST) di Makassar (Februari 1959)
- Panglima KDMSST (Oktober 1959)
- Pangkat Kolonel (Juli 1960)
- Panglima Kodam XIV/Hasanuddin di Makassar (1960–1964)
- Menhankam/Panglima ABRI dalam Kabinet Pembangunan III (29 Maret 1978–19 Maret 1983)
Sipil/Menteri
- Menteri Perindustrian Ringan di Kabinet Dwikora I (27 Agustus 1964–21 Februari 1966)
- Menteri Perindustrian Dasar di Kabinet Dwikora II (24 Februari 1966–28 Maret 1966)
- Menteri Perindustrian Dasar di Kabinet Dwikora III (28 Maret 1966–25 Juli 1966)
- Menteri Perindustrian Dasar & Menengah di Kabinet Ampera I (25 Juli 1966–17 Oktober 1967)
- Menteri Perindustrian di Kabinet Pembangunan I (6 Juni 1968–28 Maret 1973)
- Menteri Perindustrian di Kabinet Pembangunan II (28 Maret 1973–28 Maret 1978)
- Menteri Pertahanan dan Keamanan di Kabinet Pembangunan III (28 Maret 1978–19 Maret 1983)
- Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (1983–1988 dan 1988–1993)
Supersemar
M. Jusuf yaitu salah sesuatu saksi kunci perisitiwa Supersemar beserta Jenderal Basuki Rahmat dan Jenderal Amirmachmud. (Sumber)
Gabung dalam percakapan