Biografi Maraden Panggabean - Menkopolkam Ri Ke-1

Kehidupan awal
Maraden lahir pada tanggal 29 Juni 1922, di Hutatoruan sebuah kampung yg terletak di lembah Silindung yg berjarak tujuh kilometer dari Tarutung ibu kota Kabupaten Tapanuli Utara. Ayahnya bernama Marhusa, gelar Patuan Natoras dengan marganya adalah Panggabean dan ibunya bernama Katharina br Panjaitan. Maraden adalah anak kedua dari sepuluh bersaudara.
Pendidikan dasarnya ia mulai ketika berusia tujuh tahun, ia masuk sekolah dasar di Pansurnapitu yg disebut dengan sekolah Zending. Pada tahun 1930 ketika ia duduk di kelas dua Sekolah Zending, ayahnya terpilih menjadi Kepala Negeri Pansurnapitu dan kemudian keluarganya pindah dari Hutatoruan ke Banjarmahor. Pada tahun 1934, Maraden harus berpindah sekolah karena ayahnya berhenti menjadi kepala negeri. Kemudian oleh ayahnya ia dimasukkan ke Schakelschool yg berada di Simarangkir.
Karier politik
Maraden juga aktif dalam kegiatan organisasi di Golongan Karya (Golkar) dan pernah menjadi anggota Dewan Pembina (1973), Ketua Dewan Pembina Golkar (1974-1978), dan Wakil Ketua Dewan Pembina/Ketua Presidium Harian Dewan Pembina Golkar (1979-1988). Selain itu, ia juga aktif membina komunitas masyarakat Batak, sebagai Ketua Penasihat Lembaga Permufakatan Adat dan Kebudayaan Batak (LPAKB) dan Pembina Yayasan Bina Bona Pasogit (1989-2000) yang pendiriannya dilatarbelakangi penanggulangan bencana alam gempa di Tarutung.
Meninggal Global
Maraden Panggabean Meninggal Global di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, pada 28 Mei 2000 pada umur 77 tahun, setelah dirawat sekitar satu bulan akibat stroke. Jenazah jenderal bintang empat ini disemayamkan di rumah kediaman Jalan Teuku Umar No 21 Jakarta Pusat, dan dilangsungkan upacara adat Batak dan upacara gereja.Kemudian diserahkan kepada pemerintah buat dimakamkan di TMP Kalibata dengan upacara militer.
Supersemar
Selain ketiga orang yg disebut Tokoh Pengemban Supersemar, menurut kesaksian salah satu pengawal kepresidenan di Istana Bogor, Letnan Satu (lettu) Sukardjo Wilardjito, ketika pengakuannya ditulis di berbagai media massa setelah Reformasi 1998 yg juga menandakan berakhirnya Orde Baru dan pemerintahan Kepala Negara Soeharto. Dia menyatakan bahwa perwira tinggi yang hadir ke Istana Bogor pada malam hari tanggal 11 Maret 1966 pukul 01.00 dinihari waktu setempat bukan tiga perwira melainkan empat orang perwira yakni ikutnya Brigadir jendral (Brigjen) M. Panggabean.
Namun beberapa kalangan meragukan kesaksian Soekardjo Wilardjito itu, bahkan salah sesuatu pelaku sejarah supersemar itu, Jendral (Purn) M. Jusuf, serta Jendral (purn) M Panggabean membantah peristiwa itu.
Sumber
Gabung dalam percakapan