Biografi Armijn Pane - Sastrawan Angkatan Pujangga Baru

Armijn Pane adalah seorang Sastrawan Indonesia Biografi Armijn Pane - Sastrawan Angkatan Pujangga Baru
Armijn Pane adalah seorang Sastrawan Indonesia, Ia termasuk ke dalam Sastrawan Angkatan Pujangga Baru. Pada tahun 1933 bersama Sutan Takdir Alisjahbana dan Amir Hamzah mendirikan majalah Pujangga Baru yg bisa mengumpulkan penulis-penulis dan pendukung lainnya dari semua penjuru Hindia Belanda buat memulai sebuah pergerakan modernisme sastra. Salah sesuatu karya sastranya yg paling terkenal ialah novel Belenggu (1940).  Armijn Pane dan adik bungsunya, Prof. Dr. Lafran Pane yg menjadi sarjana ilmu politik yg pertama, juga mewarisi bakat ayahnya sebagai pendidik. Armijn Pane menjadi guru Taman Siswa dan Lafran Pane adalah Guru Besar IKIP Negeri Yogya dan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.



Biografi

Armijn Pane dilahirkan tanggal 18 Agustus 1908 di Muara Sipongi, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara. Ia adalah anak ketiga dari delapan bersaudara. Ayahnya Sutan Pangurabaan Pane adalah seorang seniman daerah yg sudah berhasil membukukan sebuah cerita daerah berjudul Tolbok Haleoan. Setelah lulus ELS di Bukittinggi, Armijn Pane melanjutkan pendidikannya di STOVIA, Jakarta (1923) dan NIAS, Surabaya (1927) (STOVIA dan NIAS adalah sekolah dokter), kemudian pindah ke AMS-A di Solo (lulus pada 1931). Di AMS A-1 (Algemene Middelbare School), ia belajar mengenai kesusastraan dan menulis, lulus dari jurusan sastra barat.

Sebagai pelajar di Solo, ia bergabung dengan organisasi pemuda nasional yakni Indonesia Muda, namun politik sepertinya kurang menarik minatnya daripada kesusasteraan. Saat itu ia memulai kariernya sebagai penulis dengan menerbitkan beberapa puisi nasionalis, dan dua tahun kemudian menjadi salah seorang pelopor majalah Pujangga Baru.

Armijn Pane pernah menjadi wartawan surat kabar Soeara Oemoem di Surabaya (1932), mingguan Penindjauan (1934), surat kabar Bintang Timoer (1953), dan menjadi wartawan lepas. Ia pun pernah menjadi guru di Taman Siswa di berbagai kota di Jawa Timur. Menjelang kedatangan tentara Jepang, ia duduk sebagai redaktur Balai Pustaka. Pada zaman Jepang, Armijn bersama kakaknya Sanusi Pane, bekerja di Kantor Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Shidosho) dan menjadi kepala bagian Kesusasteraan Indonesia Modern. Sesudah kemerdekaan, ia aktif dalam bidang organisasi kebudayaan. Ia pun aktif dalam kongres-kongres kebudayaan dan pernah menjadi anggota pengurus harian Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN) (1950-1955). Ia juga duduk sebagai karyawan tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Bagian Bahasa) hingga pensiun.

Tahun 1969 Armijn Pane menerima Anugerah Seni dari pemerintah RI karena karya dan jasanya dalam bidang sastra. Pada bulan Februari 1970, beberapa bulan setelah menerima penghargaan tersebut, ia meninggal. Armijn Pane meninggal di Jakarta, pada 16 Februari 1970 pada umur 61 tahun.


Meninggal dunia

Armijn Pane meninggal dunia pada hari Senin, tanggal 16 Februari 1970, pukul 10.00, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dalam usia 62 tahun. Ia mengalami pendarahan otak dan tak sadarkan diri selama dua hari. Ia diserang pneumonic bronchiale. Tempat peristirahatannya yg terakhir ada di pemakaman Karet, Jakarta, berdampingan dengan makam kakaknya, Sanusi Pane, yang meninggal satu tahun sebelumnya.

Armijn Pane meninggalkan seorang istri dan seorang anak angkatnya berusia enam tahun yang pada ketika ia meninggal beralamat di Jalan Setia Budi II No. 5 Jakarta.


Nama-nama yg pernah digunakan Armijn Pane

Armijn Pane juga bernama Ammak, Ananta, Anom Lengghana, Antar Iras, AR., A.R., Ara bin Ari, dan Aria Indra. Nama itu ia gunakan dalam majalah Pedoman MasyarakatPoedjangga Baroe, dan Pandji Islam.  Di samping itu, ia mempunyai nama samaran Adinata, A. Jiwa, Empe, A. Mada, A. Panji, dan Kartono.


Karya-karyanya

Selain menulis puisi dan novel, Armijn Pane juga menulis kritik sastra. Tulisan-tulisannya yang terbit pada Pujangga Baru, terutama di edisi-edisi awal memperlihatkan wawasannya yg sangat luas dan, dibandingkan dengan dua kontributor lainnya seperti Sutan Takdir Alisjahbana dan saudara laki-laki Armijn, Sanusi Pane, kemampuan menilai dan menimbang yg adil dan tidak terlalu terpengaruhi suasana pergerakan nasionalisme yg terutama di perioda akhir Pujangga Baru menjadi sangat politis dan dikotomis.


Puisi
  • Gamelan Djiwa. Jakarta: Bagian Bahasa Djawa. Kebudayaan Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. 1960
  • Djiwa Berdjiwa, Jakarta: Balai Pustaka. 1939.

Cerpen
  • Kisah Antara Manusia. 1952

Novel
  • Belenggu, Jakarta: Dian Rakyat. Cet. I 1940, IV 1954, Cet. IX 1977, Cet. XIV 1991

Kumpulan Cerpen
  • Djinak-Djinak Merpati. Jakarta: Balai Pustaka, Cet. I 1940
  • Kisah Antara Manusia. Jakarta; Balai Pustaka, Cet I 1953, II 1979

Drama
  • Ratna. 1943 (menyadur naskah Hendrik Ibsen, Nora)
  • Antara Bumi dan Langit”. 1951. Dalam Pedoman, 27 Februari 1951.

Karya lainnya
  • (Belanda) Kort Oversicht van de Moderne Indonesische Literatuur (1949). Sebuah tinjauan mengenai sastra Indonesia modern
  • Sandjak-sandjak Muda Mr Muhammad Yamin. 1954. sebuah bahasan mengenai sajak-sajak Muhammad Yamin
  • Mencari Sendi Baru Tatabahasa Indonesia. 1950. Studinya mengenai gramatika bahasa Indonesia
  • Jalan Sejarah Dunia. 1952
  • Tiongkok Jaman Baru, Sejarahnya: Abad ke-19 - sekarang. 1953. sebuah terjemahan
  • Membangun Hari Kedua. 1956. Terjemahan novel Ilya Ehrenburg.
  • Habis Gelap Terbitlah Terang. 1968. Menerjemahkan surat-surat Raden Ajeng Kartini


Sumber:

Posting Komentar

© Suka Sejarah. All rights reserved. Developed by Jago Desain