Biografi Fatimah Hasan Delais - Sastrawan Angkatan Pujangga Baru

adalah seorang perempuan Indonesia yang berprofesi sebagai penulis Novel dan puisi Biografi Fatimah Hasan Delais - Sastrawan Angkatan Pujangga Baru
Profil  Fatimah Hasan Delais
  • Lahir: 08 Jun 1914, Bangka
  • Meninggal: 8  Mei 1953, Palembang
  • Suami: Hasan Delais
  • Pekerjaan: penulis Novel dan puisi
  • Karya: Kehilangan Mestika (1935)

Fatimah Hasan Delais adalah seorang perempuan Indonesia yg berprofesi sebagai penulis Novel dan puisi. Ia dikelompokkan sebagai Sastrawan Angkatan Pujangga Baru. Sebagai sastrawati namanya terkadang juga disebut Hanidah Hasan Delais. Karya  Fatimah Hasan Delais yang terkenal adalah Novel sosial dengan judul Kehilangan Mestika, tahun 1935.

Fatimah Hasan Delais lahir pada tanggal 8 Juni 1914 di Bangka (Palembang). Semasa hidupnya ia bekerja sebagai guru sesudah lepas sekolah Normal Gadis di Padang Panjang. Selain menulis novel, ia juga menulis puisi yang dimuat dalam Pendji Pustaka dan Pudjangga Baru.

Novel Kehilangan Mestika terbit pertama kali tahun 1935, cetakan ke-2 tahun 1937, cetakan ke-3 tahun 1949, cetakan ke-4 tahun 1955, cetakan ke-5 tahun 1957, dan cetakan ke-6 tahun 1963, masing-masing 10.000 buku. Cetakan ke-4 habis dalam satu tahun saja, sedangkan cetakan ke-6 habis dalam waktu beberapa tahun. Jelaslah bahwa novel ini sangat digemari dan populer.

Menurut suami Hamidah, Hasan Delais, “dalam suratnya kepada Balai Pustaka tanggal 2 Juni 1954, Kehilangan Mestika dikarang oleh Hamidah tatkala berumur 19 tahun. Mendiang semasa hidupnya bermaksud membuat sebuah buku lagi tetapi rupanya tak kesampaian,” demikian Hasan Delais berkata.

Novel ini menggambarkan pentingnya pendidikan dan peran publik perempuan dengan berusaha coba melawan budaya patriarki yang membatasi perempuan dalam tradisi pingitan. Di mana Hamidah sebagai tokoh penting sedang perlawanan terhadap tradisi pingitan. Tradisi  yang mengharuskan perempuan berumur 12 tahun harus tinggal di rumah, sampai mendapat jodoh. Pada masa penjajahan Belanda berlaku adat istiadat feodal di kalangan kaum bangsawan menengah dan atas yg disebut pingitan. Hamidah adalah perempuan di kampungnya yang berani melawan tradisi pingitan dengan melakukan perlawanan itu dengan menempuh pendidikan di Sekolah Normal Putri sampai menjadi guru.

Akan diriku bersama dengan seorang saudaraku jang yang lain, meneruskan peladjaran kami kesekolah Normal Putri di Padang Pandjang. Tatkala akan meninggalkan ajah dan kampung halaman jang pertama kali, tambahan pula mulai mengarungi lautan jang dalam dan lebar, timbullah sering-kadang hati jang tjemas. Mulanja malaslah mulai berangkat itu, meninggalkan semua jang dikasihi di kampung sendiri. Tetapi ajah jang ingin melihat anaknja mendjadi seorang jang berguna di kemudian hari bagi bangsa dan tanah air, menjuruh dengan tipu muslihat jang amat halus.

Paragraf di atas menggambarkan Hamidah diberi kesempatan oleh ayahnya bagi menempuh pendidikan ke luar daerah. Tidak hanya diberi kesempatan menempuh pendidikan, tapi juga ia diberi kesempatan mengembangkan dirinya karena ayah Hamidah ingin melihat anaknya berguna bagi bangsa dan tanah air.

Emansipasi yang dikerjakan Hamidah setelah lulus dari sekolahnya ialah mengabdikan dirinya menjadi seorang guru. Hamidah memiliki kesadaran yg tinggi dengan memberikan pendidikan buat masyarakat sekitarnya. Ia mengadakan kegiatan sosial, yaitu mengajarkan membaca dan menulis di kampung halamannya. Tidak cuma mengajarkan membaca dan menulis saja, tapi ia juga menggerakan perempuan untuk aktif dalam organisasi.

Fatimah Hasan Delais meninggal pada tanggal 8  Mei 1953 di Palembang. Ia meninggal dalam usia 38 tahun. Sumber

Posting Komentar

© Suka Sejarah. All rights reserved. Developed by Jago Desain