Habib Husin Al Muthohar - Pendiri Gerakan Pramuka - Pencipta Lagu 17 Agustus, Pencipta Lagu Syukur

Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad al-Muthahar atau Habib Husin Al Muthohar atau H. Mutahar. Masyarakat luas tak tahu kalau beliau Habib (Keturunan Nabi Muhammad SAW), karena selama ini hanya disebutkan H. Mutahar.

Beliau Merupakan pendiri Gerakan pramuka, pendiri Paskibraka, Pejuang “Pertempuran Lima Hari” Semarang, Sopir pribadi Bung Karno saat perang, Pengawal Bung Karno ketika haji, Orang yg di percaya Bung Karno utk menyelamatkan Bendera Pusaka saat Belanda melumpuhkan Yogyakarta pada 1948. Dan Muthohar lolos dari pemeriksaan ketat tentara Belanda.


Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad al Habib Husin Al Muthohar - Pendiri Gerakan Pramuka - Pencipta Lagu 17 Agustus, Pencipta Lagu Syukur
Ia pernah menjadi Duta Besar RI di Takhta Kudus Vatikan, Penerima anugerah Bintang Gerilya, dan Penerima Bintang Mahaputra. H. Mutahar adalah seorang komponis musik Indonesia, terutama bagi kategori lagu kebangsaan dan anak-anak.

Lagu ciptaannya yang populer adalah hymne Syukur (diperkenalkan Januari 1945) dan mars Hari Merdeka (1946). Karya terakhirnya, Dirgahayu Indonesiaku, menjadi lagu resmi ulang tahun ke-50 Kemerdekaan Indonesia. Lagu anak-anak ciptaannya, antara lain: "Gembira", "Tepuk Tangan Silang-silang", "Mari Tepuk", "Slamatlah", "Jangan Putus Harapan", "Saat Berpisah", dan "Hymne Pramuka". Ia diketahui menguasai paling tak enam bahasa secara aktif.


Karier

Beliau mengecap pendidikan setahun di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada periode 1946-1947, setelah tamat dari MULO B (1934) dan AMS A-I (1938). Pada tahun 1945, Mutahar bekerja sebagai Sekretaris Panglima Angkatan Bahari RI di Jogjakarta, kemudian menjadi pegawai tinggi Sekretariat Negara di Jogjakarta (1947). Selanjutnya, ia mendapat jabatan-jabatan yg meloncat-loncat antar departemen. Puncak kariernya barangkali adalah sebagai Duta Besar RI di Tahta Suci (Vatikan) (1969-1973). Ia diketahui menguasai paling tak enam bahasa secara aktif. Jabatan terakhirnya adalah sebagai Pejabat Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri (1974).


Kepanduan

Mutahar aktif dalam kegiatan kepanduan. Ia adalah salah seorang tokoh utama Pandu Rakyat Indonesia, gerakan kepanduan independen yang berhaluan nasionalis. Ia juga dikenal anti-komunis. Ketika seluruh gerakan kepanduan dilebur menjadi Gerakan Pramuka, Mutahar juga menjadi tokoh di dalamnya. Namanya juga terkait dalam mendirikan dan membina Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), tim yang beranggotakan pelajar dari berbagai penjuru Indonesia yang bertugas mengibarkan Bendera Pusaka dalam upacara peringatan Hari Kemerdekaan RI.


Paskibraka

Sebagai salah seorang ajudan Presiden, Mutahar diberi tugas menyusun upacara pengibaran bendera ketika Republik Indonesia merayakan hari ulang tahun pertama kemerdekaan, 17 Agustus 1946. Menurut pemikirannya, pengibaran bendera sebaiknya dilakukan para pemuda yang mewakili daerah-daerah Indonesia. Ia lalu memilih lima pemuda yg berdomisili di Yogyakarta (tiga laki-laki dan beberapa perempuan) sebagai wakil daerah mereka.

Pada tahun 1967, sebagai direktur jenderal urusan pemuda dan Pramuka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Mutahar diminta Kepala Negara Soeharto buat menyusun tata cara pengibaran Bendera Pusaka. Tata cara pengibaran Bendera Pusaka disusunnya buat dikibarkan oleh satu pasukan yg dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok 17 sebagai pengiring atau pemandu; kelompok 8 sebagai kelompok inti pembawa bendera; kelompok 45 sebagai pengawal. Pembagian menjadi tiga kelompok tersebut yaitu simbol dari tanggal Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.


Keluarga

H. Mutahar tak menikah, namun mempunyai 8 anak semang (6 laki-laki dan 2 perempuan). Sebagian yaitu ”se­rahan” dari ibu mereka —yang janda— atau bapak mereka —beberapa waktu sebelum meninggal dunia. Ada pula bapak/ibu yg sukarela menyerahkan anaknya buat diakui sebagai anak sendiri. Semua telah berumah tangga dan mempunyai 15 orang cucu (7 laki-laki dan 8 perempuan).


Meninggal dunia

Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad al-Muthahar meninggal dunia Rabu petang 9 Juni 2004, pukul 16.30, dua bulan menjelang ulang tahunnya yang ke-88. Beliau dimakamkan sebagai rakyat biasa di Loka Pemakaman Generik (TPU) Jeruk Purut Jakarta Selatan dengan tata cara Islam.

Semestinya beliau berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata dengan upacara kenegaraan sebagaimana penghargaan yg lazim diberikan kepada para pahlawan. Tetapi, beliau tidak menginginkan itu, sesuai dengan wasiat beliau.

Posting Komentar

© Suka Sejarah. All rights reserved. Developed by Jago Desain