Wikana - Tokoh Menteng 31

Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia ke Wikana - Tokoh Menteng 31
Wikana
Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia ke-1
Masa jabatan: 29 Juni 1946 – 29 Januari 1948

Lahir: 18 Oktober 1914 Sumedang, Jawa Barat, Hindia Belanda
Agama: Islam
Wikana adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Bersama Chaerul Saleh, Sukarni dan pemuda-pemuda lainnya dari Menteng 31, mereka menculik Soekarno dan Hatta dalam Peristiwa Rengasdengklok dengan tujuan agar kedua tokoh ini langsung membacakan Proklamasi Kemerdekaan setelah kekalahan Jepang dari Sekutu pada tahun 1945. Wikana termasuk dalam daftar orang yg menghilang dan diduga meninggal dibunuh dalam lembaran hitam tragedi Pembantaian di Indonesia 1965–1966 pasca peristiwa G30S.


Keluarga

Wikana lahir di Sumedang, Jawa Barat, pada 18 Oktober 1914. Ia terlahir dari keluarga menak Sumedang. Ayahnya, Raden Haji Soelaiman, pendatang dari Demak, Jawa Tengah. Kendati menak yaitu golongan yang mendapatkan previlese semasa penjajahan, tak demikian halnya dengan keluarga Wikana. Bahkan salah seorang kakanya, Winanta adalah seorang Digulis.


Pendidikan

Wikana termasuk anak yang cerdas. Sebagai anak priayi, dia milik hak bagi mengenyam pendidikan. Tapi bagi masuk ELS (Europeesch Lagere School), sekolah dasar yg menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantar, tak cukup bermodal anak raden saja. Kemampuan bahasa Belanda dan kepintaran si anak menjadi standar utama. Wikana kecil memenuhi syarat itu dan berhasil lulus dari ELS. Tanggal dari ELS Wikana melanjutkan sekolah ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Semasa muda itulah Wikana sempat menjadi salah sesuatu dari sekian pemuda satelit Bung Karno di Bandung.


Awal perjuangan

Pada masa mudanya ia aktif sebagai Angkatan Baru Indonesia dan Gerakan Rakyat Baru. Semasa zaman kolonial, Wikana menjadi pemimpin PKI bawah tanah di Jawa Barat. Ia juga berkawan dekat dengan Widarta tokoh PKI bawah tanah yang bertanggungjawab di wilayah Jakarta.

Tak hanya sebagai anggota PKI bawah tanah, Wikana juga tercatat pernah aktif sebagai anggota Partai Indonesia (Partindo) yang didirkan oleh Mr Sartono pada 1931 pasca penangkapan Bung Karno. Pada 1938 ketika Barisan Pemuda Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) didirikan, dia terpilih sebagai ketuanya yg pertama. Keyakinannya yg anti-kolonialisme mendorong Wikana aktif mengikuti berbagai organisasi politik yg melawan Belanda secara frontal.


Masa Revolusi Fisik

Wikana pada peristiwa pencetusan Proklamasi 1945 melakukan peran paling utama karena berkat koneksinya di Angkatan Laut Jepang atau Kaigun, Proklamasi 1945 mampu dirumuskan di rumah dinas Laksamana Maeda di Menteng yang terjamin keamanannya. Selain itu Wikana juga mengatur segala keperluan Pembacaan Proklamasi di rumah Bung Karno di Pegangsaan 56. Ia juga sangat tegang ketika melihat Bung Karno sakit malaria pagi hari menjelang detik-detik pembacaan Proklamasi. Wikana yg membujuk kalangan militer Jepang untuk tidak mengganggu jalannya upacara pembacaan teks proklamasi.

Karier Wikana jalan selalu. Dia menjadi tokoh pemuda dari sekian banyak pemuda yg bergerak di pusaran arus revolusi. Ketokohan Wikana mendapatkan pengakuan dan karena itulah dia dipercaya oleh Perdana Menteri Sjahrir untuk duduk sebagai menteri negara urusan pemuda dalam kabinet Sjahrir kedua dan ketiga. Tak jelas capaian apa yg dia bagi semasa memegang jabatan itu.

Tapi jalan terang hidup Wikana mulai meredup setelah peristiwa Madiun 1948. Posisinya sebagai Gubernur Militer wilayah Surakarta digantikan oleh Gatot Subroto.


Setelah Revolusi Fisik

Bersama dengan pejuang-pejuang dari Nasionalis sayap kiri ia menghilang dan baru kembali setelah DN Aidit sedang pledoi terhadap masalah Madiun 1948 yang mulai digugat oleh Jaksa Dali Mutiara pada 2 Februari 1955.

Sampai tahun 1950-an dia masih tercatat sebagai anggota Comite Central (CC) PKI yg mulai menggeliat di bawah kepemimpinan triumvirat Aidit, Njoto dan Lukman. Namun praktis Wikana tidak memainkan peran penting sebagaimana yang pernah dilakukannya pada era-era awal revolusi.

Revitalisasi PKI ditangan DN Aidit membuat Wikana tersingkir dan dianggap bagian dari golongan tua yang tak progresif. Hal ini sama dengan kasus penyingkiran kaum komunis ex-Digulis oleh anak-anak muda PKI, karena tak sesuai dengan perkembangan perjuangan komunis yg lebih Nasionalis dan mendekat pada Bung Karno. Terakhir Wikana tinggal di daerah Simpangan Matraman Plantsoen dalam keadaan miskin dan sengsara karena tak mendapat tempat di PKI dan diisolir oleh Aidit. Pada ketika itu Waperdam Chaerul Saleh pada tahun 1965 menarik Wikana menjadi anggota MPRS.


Pemberontakan PKI

Beberapa pekan sebelum peristiwa G30S 1965 terjadi, Wikana berserta dua elemen PKI lainnya pergi ke Peking buat menghadiri perayaan hari Nasional Cina 1 Oktober 1965. Tapi sontak terdengar kabar dari tanah air tentang insiden penculikan dan pembunuhan para jenderal. PKI disalahkan. Delegasi terceraiberai. Wikana meminta anggota delegasi lain buat tetap berada di Peking selagi menunggu kepastian dari berita yg simpang siur. Dia sendiri memilih pulang ke tanah air.


Menghilang

Kurang dari setahun setelah peristiwa G30S, dia ditangkap. Sempat bermalam di Kodam Jaya namun dipulangkan kembali. Tak berapa lama kemudian segerombolan tentara tak dikenal datang ke rumahnya di Jalan Dempo No. 7 A, Matraman, Jakarta Timur. Mereka membawa Wikana dan sampai hari ini, pemuda garang yg sempat membuat Bung Karno naik pitam itu, tidak pernah kembali pulang. Dia hilang tak tentu rimbanya. (Wikipedia)

Posting Komentar

© Suka Sejarah. All rights reserved. Developed by Jago Desain